Kota Surakarta (Humas) – Kolaborasi antara Ikatan Penyuluh Agama Rebulik Indonesia (IPARI) Kota Surakarta dan Yayasan Persemaian Cinta Kemanusiaan (Percik) Kota Salatiga resmi meluncurkan Gerakan Rumah Ibadah Berseri (GEMARI) pada Rabu (24/9/2025). Peluncuran yang bertempat di Masjid Agung Kota Surakarta ini mengusung tema “Moderat, Ramah Jamaah, dan Ramah Lingkungan”, dan dihadiri oleh sejumlah pejabat, tokoh agama dan tokoh masyarakat penting, termasuk Wakil Wali Kota Surakarta Astrid Widayani, perwakilan dari Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FORKOMPINDA), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Dewan Masjid Indoensia (DMI), dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Dalam laporannya sebagai Ketua Panitia, Ketua IPARI Kota Surakarta Pardi menegaskan bahwa GEMARI bertujuan menciptakan suasana tempat ibadah yang aman, sehat, rapi, dan indah. “Melalui GEMARI, jamaah diharapkan dapat beribadah dengan khusyuk. Penanaman biopori merupakan langkah positif yang merupakan teladan mewujudkan kenyamanan beribadah bagi jamaah dan pelestarian lingkungan,” ujarnya Pardi.

Direktur Yayasan Percik, Haryani Septiningtyas yang akrab disapa Yani, dalam sambutannya memperkenalkan fokus Yayasan Percik yang dua tahun belakangan ini juga merambah pada bidang eco-justice. Ia menegaskan bahwa menghadapi perubahan iklim harus dilakukan di semua tempat, tidak hanya di daerah terdampak. “Kemenag sudah mendorong ekoteologi. Kehadiran Percik dalam kesuksesan ekotelogi ada di posisi sebagai katalisator. Apapun agama dan kepercayaan yang dimiliki orang, saat ini mereka semua sedang diundang oleh tangisan bumi,” katanya. Ia berharap peluncuran GEMARI ini agar semakin memperkuat banyaknya pihak yang akan terlibat, karena kolaborasi adalah sebuah keharusan.
Kepala Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Surakarta Ahmad Ulin Nur Hafsun, mengungkapkan bahwa GEMARI telah dijalankan selama empat bulan terakhir dengan berkeliling ke berbagai rumah ibadah. “Selain bersih-bersih ada penanaman biopori, penanaman pohon, ke depan akan berkembang untuk pengelolaan sampah,” jelasnya, menunjukkan komitmen berkelanjutan dari Kankemenag Kota Surakarta.

Ahmad Ulin Nur Hafsun juga mengungkapkan bahwa kontribusi Kankemenag tidak berhenti pada GEMARI. Para Penyuluh Agama secara aktif bergerak ke sekolah-sekolah dan madrasah melalui program Bina Remaja Usia Sekolah (BRUS). Program ini bertujuan membangun komitmen kebangsaan yang kuat, mencegah kekerasan, mencintai budaya lokal, menanamkan toleransi, serta menekan angka pernikahan dini di Surakarta, yang merupakan bagian dari layanan keagamaan yang berdampak nyata.
Wakil Wali Kota Surakarta, Astrid Widayani, menyambut baik inisiatif ini dengan menyatakan bahwa kegiatan GEMARI memiliki makna yang sangat penting dan strategis. Ia menekankan bahwa perubahan iklim dan kerusakan lingkungan telah dirasakan langsung di Surakarta, seperti genangan air dan potensi banjir. “Untuk itu, penanaman lubang resapan biopori adalah langkah kecil dengan dampak besar,” ujarnya.

Astrid Widayani juga menilai kegiatan di Masjid Agung Surakarta ini bukan sekadar aksi teknis, melainkan sebuah gerakan moral dan edukatif. “Kita ingin menunjukkan bahwa rumah ibadah juga bisa menjadi contoh nyata pengelolaan lingkungan hidup yang baik,” tegas Astrid Widayani. Ia berharap seluruh rumah ibadah di kota itu dapat menjadi pionir konservasi lingkungan, menumbuhkan kesadaran kolektif bahwa menjaga bumi adalah bagian dari ibadah.
Usai upacara pembukaan, rangkaian launching dilanjutkan dengan penanaman biopori di lima titik kawasan Masjid Agung Surakarta oleh Wakil Wali Kota beserta seluruh tamu undangan. Aksi simbolis ini menjadi penanda dimulainya komitmen bersama untuk menjaga kelestarian lingkungan.
Tak berhenti di situ, Kankemenag Kota Surakarta mengerahkan para penyuluh lintas agamanya untuk melanjutkan gerakan ini. Para penyuluh tersebut secara simbolis dilepas oleh Astrid Widayani untuk menuju enam rumah ibadah berbeda guna melakukan penanaman biopori serupa, menunjukkan praktik nyata kerukunan dan kolaborasi.
Keenam rumah ibadah yang menjadi sasaran kegiatan tersebut adalah Masjid Jamsaren Serengan, Pura Indraprasta Mutihan, GBI Panumping, Gereja/Kapel Santo Yohanes Rasul, Vihara Lotus Kadipiro, dan Lithang Gerbang Kebajikan. Pemilihan lokasi yang beragam ini merefleksikan semangat inklusivitas GEMARI. Melalui program GEMARI, Kankemenag Kota Surakarta membuktikan perannya yang strategis dalam memberikan layanan keagamaan yang berdampak luas, tidak hanya pada aspek spiritual dan kerukunan umat beragama, tetapi juga pada kontribusi nyata menyelesaikan persoalan sosial dan lingkungan di masyarakat.

Gerakan ini diharapkan dapat menjadi model nasional yang menunjukkan bagaimana rumah ibadah dapat bertransformasi menjadi pusat peradaban yang mempromosikan moderasi beragama, kerukunan, dan kepedulian lingkungan secara simultan, sebagaimana diinisiasi oleh Kankemenag Kota Surakarta. (rmd)


















