Surakarta (Humas) – Kementerian Agama Kota Surakarta mengajak seluruh tokoh agama memperkuat semangat moderasi beragama dan wawasan kebangsaan sebagai langkah menjaga keharmonisan masyarakat di Kota Bengawan. Pesan ini disampaikan dalam kegiatan Sosialisasi Moderasi Beragama dan Wawasan Kebangsaan bertema “Membangun Ide, Merajut Toleransi Bersama Menuju Surakarta Kota Toleran” yang digelar di Pendopo Kecamatan Pasarkliwon, Kamis (6/11).
Kegiatan yang diselenggarakan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Surakarta bersama Forum Silaturahmi Tokoh Agama Pasarkliwon (FORSITAWON) ini diikuti oleh 40 peserta dari berbagai elemen masyarakat dan tokoh lintas agama.
Dalam sambutannya, Kepala Subbag Tata Usaha Kemenag Kota Surakarta, Bagus Sigit Setiawan, yang mewakili Kepala Kantor Kemenag menyampaikan bahwa peran penyuluh lintas agama menjadi garda terdepan dalam memperkuat kerja sama lintas iman.
“Dulu toleransi cukup dengan saling menghormati keyakinan. Namun kini, seperti pesan Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid (Gus Dur), toleransi harus disertai dengan pemahaman lintas agama. Kalau kita paham, kita akan lebih mampu menghormati,” ujar Bagus.
Ia menambahkan, kegiatan seperti ini menjadi ruang silaturahmi sekaligus bekal bersama dalam menciptakan kerukunan dan kedamaian di tengah masyarakat yang majemuk.

Sementara itu, Camat Pasarkliwon, Ahmad Khoironi, menyoroti posisi strategis wilayahnya yang menjadi pusat berbagai kegiatan masyarakat dan lokasi sejumlah objek vital Kota Surakarta seperti Balai Kota, Keraton Solo, Masjid Agung, dan Gladag.
“Dengan banyaknya aktivitas masyarakat, kami bersama seluruh elemen harus menjaga ritme kondusivitas wilayah agar tetap ayem tentrem. Apalagi isu-isu keagamaan sering menjadi bumbu yang bisa memicu konflik jika tidak dikelola dengan baik,” tegasnya.
Ia berharap, para tokoh agama dapat menjadi penyejuk di tengah masyarakat karena memiliki pengaruh besar dibandingkan imbauan pemerintah semata.
Adapun Ketua FKUB Kota Surakarta, Muhammad Mashuri, dalam paparannya menekankan pentingnya pemahaman wawasan kebangsaan yang berlandaskan pada empat pilar: Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 1945.
“Mayoritas harus mengayomi minoritas. Prinsip ini tidak hanya berlaku di Solo, tetapi harus diterapkan di seluruh Indonesia. Diplomasi dan dialog adalah solusi terbaik dalam menyelesaikan konflik,” tutur Mashuri.

Menurutnya, wawasan kebangsaan adalah cara pandang warga negara terhadap diri dan lingkungannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yang menegaskan Indonesia sebagai satu kesatuan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.
Kegiatan ini diharapkan menjadi momentum mempererat sinergi antara pemerintah, tokoh agama, dan masyarakat dalam mewujudkan Surakarta sebagai kota toleran dan harmonis. (may)

















