Surakarta (Humas) – Dewan Masjid Indonesia (DMI) Kota Surakarta menggelar Pembinaan Takmir Masjid dengan tema “Penguatan Kapasitas untuk Mewujudkan Masjid Ramah di Kota Surakarta”, di Hotel Megaland pada Ahad (21/12/2025) Sore.
Kegiatan ini menghadirkan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Surakarta, Ahmad Ulin Nur Hafsun, sebagai narasumber utama. Acara tersebut diikuti oleh wakil takmir dan pengurus masjid se-Kota Surakarta, serta dihadiri Titik Indriana dari BPJS Ketenagakerjaan Surakarta, Ketua BAZNAS Kota Surakarta Muhammad Qoyim, perwakilan FKUB, dan sejumlah tamu undangan lainnya.
Dalam pemaparannya, Ulin menekankan pentingnya menghadirkan masjid yang ramah bagi seluruh lapisan jamaah.
Menurutnya, masjid yang ramah akan melahirkan keterikatan batin jamaah dengan masjid.
“Kalau masjid kita ramah untuk semua jamaah, semua usia, dengan berbagai persoalan yang ada, maka insya Allah kita punya tempat besar untuk membuat jamaah itu hatinya tergantung kepada masjid. Padahal, salah satu yang dijanjikan Allah masuk surga tanpa hisab adalah orang yang hatinya gumantung wonten ing masjid,” ujarnya.
Ia menambahkan, apabila jamaah memiliki kedekatan hati dengan masjid, maka peran para pengelola masjid akan dikenang sebagai bagian dari jalan kebaikan yang mengantarkan jamaah menuju surga.
Lebih lanjut, Ulin menjelaskan bahwa konsep masjid ramah sejatinya telah dicontohkan sejak masa Rasulullah SAW melalui Masjid Nabawi. Masjid kala itu tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah mahdhah, tetapi juga menjadi pusat kehidupan umat.
“Baitul mal ada di masjid, rapat-rapat umat dilaksanakan di masjid, bahkan pendidikan sahabat juga berlangsung di masjid. Masjid benar-benar menjadi jantung kehidupan umat,” terangnya.
Oleh karena itu, menurutnya, masjid masa kini harus mampu menghadirkan pelayanan yang menyentuh seluruh lapisan jamaah, mulai dari anak-anak, remaja, hingga lansia, sehingga semuanya merasa diperhatikan, diopeni, dan diayomi oleh takmir masjid.

Dalam konteks ini, Ulin juga menyinggung mulai berkurangnya keaktifan Remaja Islam Masjid (Risma) di beberapa tempat. Ia mengajak para pengurus masjid untuk melakukan evaluasi dalam pengelolaan jamaah, khususnya generasi muda.
Mengaitkan dengan kondisi lokal, Ulin menyampaikan bahwa Surakarta dikenal sebagai Kota Budaya, Kota Toleransi, dan Kota Ramah Sosial. Hal ini dibuktikan dengan diraihnya Harmoni Award 2025 dari Kementerian Agama RI.
Penghargaan tersebut diberikan setelah Kementerian Agama RI bekerja sama dengan peneliti dari Universitas Indonesia melakukan kajian di berbagai kota di Indonesia. Kota Surakarta dinilai layak dan menempati peringkat kedua nasional setelah Kota Semarang.
“Harmoni Award adalah bentuk apresiasi atas komitmen pemerintah daerah dalam menjaga keharmonisan kehidupan beragama,” jelasnya.
Dalam konteks itu, Ulin menegaskan bahwa masjid memiliki peran strategis dalam menjaga harmoni, toleransi beragama, sekaligus sebagai pusat pelayanan keagamaan publik.
Ia mencontohkan hasil diskusi dengan jajaran Kanwil Kemenag Jawa Tengah yang menemukan banyak persoalan keluarga di tengah umat. Menurutnya, masjid dapat berperan sebagai ruang awal layanan konsultasi keagamaan sebelum jamaah membawa persoalan ke KUA atau BP4.
“Kalau jamaah sudah nyaman mengadu ke kiai atau ustaz di masjidnya, itu pertanda masjid tersebut benar-benar menjadi rumah bagi jamaah,” ungkapnya.
Ulin menegaskan bahwa masjid ramah memiliki landasan kuat, baik secara regulasi maupun nilai keislaman. Islam, kata dia, hadir sebagai rahmatan lil ‘alamin, bagi seluruh alam, tanpa kecuali.
“Ini menjadi dasar kuat mengapa kita harus menghadirkan tempat ibadah yang ramah bagi semua,” tegasnya.
Masjid ramah, lanjutnya, harus aman, nyaman, inklusif, tidak eksklusif, memberikan pelayanan terbaik, serta menjunjung tinggi nilai moderasi beragama. Tujuannya adalah meningkatkan kualitas pelayanan masjid, menguatkan fungsi sosial, edukatif, dan spiritual, serta mencegah munculnya eksklusivisme dan ujaran kebencian dari masjid.
Ia juga merujuk Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 43 Tahun 2024, yang menegaskan bahwa masjid ramah berlandaskan prinsip inklusivitas, keterbukaan tanpa diskriminasi, keamanan, kenyamanan, keadilan, kesetaraan, dan moderasi beragama.
Dalam implementasinya, masjid ramah juga harus ramah anak, ramah perempuan, ramah lansia, ramah difabel, serta ramah lingkungan. Ulin memberikan contoh-contoh teknis sederhana, seperti penataan toilet, tempat wudhu, centelan pakaian, pencahayaan, hingga pengelolaan sampah dan penghematan air serta listrik.
Menutup pemaparannya, Ulin menegaskan bahwa takmir masjid merupakan ujung tombak terwujudnya masjid ramah. Takmir tidak hanya berperan sebagai pengelola ibadah, tetapi juga pelayan jamaah, penjaga moderasi, serta penggerak kolaborasi dengan pemerintah dan masyarakat.
Ia mendorong penguatan SDM takmir melalui pelatihan berkelanjutan, penataan sarana prasarana sesuai kemampuan, serta penguatan program masjid yang edukatif dan mencerahkan, termasuk kolaborasi dengan KUA dan penyuluh agama.
“InsyaAllah kita punya semangat yang sama, bagaimana agar masjid-masjid kita menjadi ramah, sehingga jamaah krasan dan betah beribadah di masjid,” katanya.
Sementara itu, Zainal Abidin, penyuluh PPPK yang juga anggota FKUB Kota Surakarta dalam paparannya mengatakan bahwa takmir masjid itu sebagai benteng. “Dan benteng yang terkuat untuk agama Islam itu, tidak lain adalah masjid. Sedangkan kekuatan kita semua, untuk para jamaah dan untuk umat Islam ya masjid”,ujarnya.
Menurut Zainal, di masjid inilah tempat yang sebenarnya untuk menguatkan ketakwaan dan keimanan kita. Maka benteng moderasi akan menguatkan peran Takmir masjid, di era sekarang.
“Apalagi, era sekarang adalah era digital. Artinya, gempuran-gempuran dari segala arah itu ya apa yang kita gauli. Tidak hanya orang tua, ancaman itu juga bisa datang dari anak-anak kita”, paparnya.
Untuk itu, katanya, dengan kepemimpinan Takmir yang tepat, masjid akan tetap menjadi pilar pemersatu bangsa dan pusat peradaban yang menjunjung tinggi perdamaian untuk semua orang.
“Maka, investasi pada masjid adalah investasi jangka panjang bagi bangsa. Artinya, dengan Takmir yang memiliki kapasitas dan keteladanan, masjid akan menjadi inklusif dan moderat, sehingga kohesi sosial yang kuat di masyarakat akan menjadi ketahanan nasional yang sangat tangguh”, pungkasnya. (sol/my)

















