Kota Surakarta (Humas) – Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Penanganan Konflik Sosial Kota Surakarta Tahun 2025 diselenggarakan di Ruang Pertemuan Bale Tawang Arum pada Senin (4/8/2025). Rapat koordinasi tersebut dihadiri oleh Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (FORKOMPINDA), Kantor Kementerian Agama, serta perwakilan Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait di Kota Surakarta, guna menyusun strategi pencegahan dan penanganan konflik di Kota Surakarta.
Wali Kota Surakarta Respati Ardi dalam sambutannya menganalogikan kondisi kemajemukan masyarakat Solo seperti “Es Campur yang memiliki banyak komposisi harmonis”. Secara umum dapat dijelaskan bahwa konflik sosial di Kota Surakarta umumnya terbagi menjadi tiga, yaitu bentrokan antar komunitas (olahraga, seni, hobi, dan lainnya), penolakan terhadap proyek-proyek strategis karena kurangnya komunikasi atau kesalah pahaman, dan konflik keagamaan yang memicu sikap atau respon intoleransi.

Respati Ardi menekankan pentingnya sinergi seluruh pihak dalam mitigasi dan mediasi konflik agar dampak negatifnya tidak semakin besar. Sementara itu, Korwil BIN Surakarta Apto Muhammad Guntur yang hadir dalam rapat tersebut, memaparkan bahwa, meskipun secara umum kondisi Kota Surakarta relatif kondusif, potensi konflik tetap mengintai, terutama akibat polarisasi ideologi dan narasi eksklusif di media sosial.
“Di sinilah peran Kemenag dan Forkopimda krusial, terutama dalam mendeteksi dini gesekan antar-kelompok,” ujar Apto Muhammad Guntur.
Kapolresta Surakarta Cahyo Adi Wibowo, menambahkan bahwa penanganan konflik mengacu pada UU No. 7/2012, dengan fasa pencegahan, penindakan, dan pemulihan. “Kolaborasi dengan Kemenag sangat vital, terutama dalam fase pencegahan melalui pendekatan kultural,” tutur Cahyo Adi Wibowo.
Kepala Kankemenag Kota Surakarta Ahmad Ulin Nur Hafsun usai pelaksanaan rakor menyoroti pendekatan dialogis dan edukasi masyarakat. “Kami telah menyiapkan program moderasi beragama berbasis komunitas, termasuk peningkatan peran dan kapasitas tokoh agama dan pemuda sebagai agen perdamaian. Konflik sering bermula dari mispersepsi, karena itu literasi keagamaan yang inklusif harus diperkuat,” jelas Ahmad Ulin Nur Hafsun.

Terlaksananya rakor tersebut sekaligus menggarisbawahi arahan Presiden tentang prinsip supremasi hukum dan dukungan masyarakat terhadap aparatur negara. Respati Ardi mengapresiasi semua pihak, khususnya Kemenag Kota Surakarta, yang telah berupaya memaksimalkan perannya sebagai jembatan dialog antar kelompok keagamaan.
“Dengan semangat sinergi kerja kolektif, kami optimis Surakarta akan tetap menjadi kota inklusif dan damai,” tutup Respati Ardi.(rmd)



















