Surakarta (Humas) — Sebagai implementasi dari Asta Protas Menteri Agama Republik Indonesia dan program CTC (Collaboration and Tolerance Center), KUA Kecamatan Laweyan melaksanakan kegiatan Pemetaan dan Deteksi Dini Konflik Berbasis Keagamaan pada Selasa (5/8/2025) bertempat di Masjid Baiturrahman, Kelurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, Surakarta.
Kegiatan ini juga menjadi bagian dari tindak lanjut program Gemari Solo (Gerakan Rumah Ibadah Berseri) yang diinisiasi Kementerian Agama Kota Surakarta untuk mendorong peran aktif rumah ibadah sebagai pusat harmoni dan kesejahteraan masyarakat.
Turut hadir dalam kegiatan ini para penyuluh agama Islam KUA Laweyan, yaitu Amin Rasyadi, Moh. Zainal Abidin, dan Ridho Tri Suryono. Kegiatan juga dihadiri oleh berbagai unsur masyarakat dan tokoh keagamaan diantaranya Takmir Masjid Baiturrahman, Ketua RT 02 Kelurahan Sondakan, Perwakilan Forsitoga (Forum Silaturahmi Tokoh Agama) Kecamatan Laweyan, Pengurus DMI, LP2A, dan BKM Kecamatan Laweyan.
Dalam suasana yang hangat dan penuh keterbukaan, kegiatan ini menjadi forum dialog dan diskusi antar tokoh agama, pengurus masjid, pemuda, serta penyuluh agama. Banyak masukan yang disampaikan, terutama berkaitan dengan deteksi dini potensi konflik di masyarakat berbasis isu keagamaan, penyelesaian permasalahan internal pengelolaan masjid, Penguatan program kesejahteraan jamaah dan masyarakat sekitar, serta Optimalisasi peran masjid sebagai pusat dakwah dan pemberdayaan umat.

Ketua RT 02, Ali Mashar berharap kegiatan terus berlanjut, komunikasi dan kolaborasi antara takmir, jamaah, masyarakat, bimas, dan kesra terjalin untuk mengantisipasi hal-hal yang bisa menimbulkan konflik. “Kami ingin lingkungan kami tetap kondusif, dan itu hanya bisa terwujud jika semua pihak mau terbuka dan saling mendengarkan,” ujarnya.
Para penyuluh agama berperan aktif dalam mendengarkan, mencatat aspirasi, serta memetakan isu-isu krusial yang berkembang di lingkungan sekitar masjid. Tujuan utamanya adalah membangun sistem kewaspadaan dini yang inklusif dan berbasis nilai-nilai moderasi beragama.
Kegiatan ini juga menjadi ajang koordinasi lintas sektor. Kementerian Agama, melalui para penyuluh dan jajaran KUA Laweyan, mengambil peran sebagai mediator antara pengurus masjid dengan unsur pemerintahan, seperti Bimas Islam dan Bagian Kesra Pemkot Surakarta. Kolaborasi ini dinilai penting untuk menyatukan langkah dalam merawat kerukunan dan ketenteraman sosial di tingkat akar rumput.
“Kehadiran Kemenag bukan hanya sebagai lembaga pelayanan administratif, tetapi juga menjadi penghubung sinergis antara rumah ibadah dan pemerintah dalam menciptakan kemaslahatan bersama,” ungkap Zainal Abidin.
Di akhir kegiatan, seluruh peserta sepakat untuk melanjutkan koordinasi secara berkala dan membuka jalur komunikasi yang lebih intensif. Foto bersama menjadi penutup simbolis dari pertemuan yang penuh makna tersebut.
KUA Laweyan menegaskan komitmennya untuk terus mendampingi rumah-rumah ibadah dalam berbagai aspek, mulai dari penyuluhan, penguatan kelembagaan, hingga upaya deteksi dan pencegahan potensi konflik sosial berbasis agama. (mza/my)