Kota Surakarta (Humas) – Peran guru Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai teladan karakter dan moral di sekolah menempatkan mereka pada posisi yang strategis sekaligus rentan, sehingga pemahaman mendalam tentang gratifikasi menjadi benteng pertama dalam mencegah praktik yang tidak sesuai dengan kode etik Aparatur Sipil Negara (ASN). Berkaitan dengan hal tersebut, Kantor Kementerian Agama Kota Surakarta melalui Seksi Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam (PAKIS), mengundang sejumlah 50 guru PAI (PNS, PPPK dan Non ASN) untuk mengikuti Pembinaan dan Sosialisasi Pengendalian Gratifikasi pada Kamis (6/11/2025) di Aula R. Oesman Pudjotomo.
Kepala Seksi PAKIS Encep Moh. Ilham dalam sambutannya mengungkapkan bahwa peserta yang dihadirkan merupakan guru-guru pilihan yang baru saja menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Guru (PPG) Tahun 2025. “Ijin Bapak Kasubbag, kami laporkan bahwa peserta yang hadir ini adalah yang baru lulus PPG tahun 2025 ini. Pemahaman untuk para peserta ini tentang batasan gratifikasi ini penting untuk kita bangun. Karena hal tersebut juga merupakan bentuk investasi karakter yang kita bangun untuk menciptakan ekosistem pendidikan yang bersih dan berintegritas,” tutur Encep Moh. Ilham.

Ia juga menekankan pentingnya peran guru tidak hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai contoh dalam sikap dan perilaku antikorupsi.
Kepala Sub Bagian Tata Usaha (Kasubbag TU) Bagus Sigit Setiawan, hadir mewakili Kepala Kantor Kemenag Kota Surakarta dan menjelaskan bahwa secara garis besar, ada dua macam gratifikasi yaitu gratifikasi yang wajib dilaporkan dan yang tidak wajib dilaorkan.
“Prinsipnya, guru dan ASN pada umumnya harus jeli. Setiap pemberian dalam konteks apa pun yang berhubungan dengan tugas dan jabatan, dapat berpotensi menjadi gratifikasi yang wajib dilaporkan. Jangan sampai sebuah pemberian yang tampaknya sederhana justru menjerat kita dalam masalah hukum,” ujar Bagus Sigit Setiawan.
Penjelasan tersebut bukan hanya sekedar teori, tetapi Bagus Sigit Setiawan juga melengkapi dengan contoh-contoh kontekstual yang sering dihadapi guru dalam interaksi sehari-hari dengan masyarakat dan orang tua siswa, sehingga materi menjadi sangat aplikatif dan mudah dicerna.

Pemaparan lebih mendalam tentang mekanisme dan praktik gratifikasi disampaikan oleh Pelaksana Seksi PAKIS yang juga merangkap sebagai Sekretaris Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) Kankemenag Kota Surakarta. Sosialisasi ini mengupas tata cara pengendalian gratifikasi yang telah diimplementasikan di internal lingkungan Kankemenag Kota Surakarta. Melalui penjelasan yang komprehensif, diharapkan para guru dapat dengan cerdas membedakan antara pemberian yang termasuk gratifikasi yang wajib dilaporkan dan gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan.
Kontribusi besar guru PAI dalam pengendalian gratifikasi tidak hanya terletak pada pemahaman personal, tetapi juga pada peran aktif mereka sebagai agen perubahan di unit pendidikannya. Dengan bekal pengetahuan ini, mereka diharapkan mampu menularkan semangat anti gratifikasi kepada rekan sejawat dan menciptakan budaya institusi yang transparan. Upaya Kankemenag Kota Surakarta ini menunjukkan langkah progresif dalam memperkuat tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), dimulai dari hulu, yaitu dunia pendidikan.
Di penghujung acara, Encep Moh. Ilham kembali memberikan penekanan pada tanggung jawab moral yang menyertai tunjangan profesi guru (TPG). Ia berpesan agar TPG yang diterima harus dimanfaatkan secara tepat guna untuk meningkatkan kesejahteraan dan kompetensi. Dan sejalan dengan salah satu prinsip personal branding ASN Kemenag yaitu high tech, maka guru juga dituntut menjadi lebih canggih. Pesan ini selaras dengan prinsip personal branding ASN Kemenag, yaitu high tech.
“Menjadi guru yang high tech bukan hanya tentang menguasai teknologi digital, tetapi juga tentang menjadi canggih dalam berpikir, cermat dalam bertindak, dan berintegritas tinggi dalam menjalankan tugas. Ini adalah bentuk profesionalisme modern yang kita tuju,” ujar Encep Moh. Ilham. (rmd)




















