“Sinyal-sinyal (itu) tentu ada. Jadi kita paham, kita maklum bahwa mereka tidak banyak, tapi terus melakukan gerakan dan kemudian malah banyak (merambah ke) media (sosial)”, tutur Khusnan, Ketua Pokjaluh Kab. Madiun, saat ditanya terkait benih-benih radikalisme di Kota Caruban saat ini, usai memaparkan hasil studi tiru di Aula Kemenag Kota Surakarta pada Kamis (10/11) kemarin.
Khusnan mengingatkan sekarang ini orang bebas mengakses ke medsos. Kalau tidak kita antisipasi atau kita diam dan cuek saja, maka tidak menutup kemungkinan akan banyak orang yang larut dan tertarik. Dia memberi contoh, di Madiun pernah ada salah seorang anak yang sudah terpapar. Sampai-sampai orang tuanya sudah tidak dianggap sebagai orang tua; tidak hormat dan seterusnya. Maka kalau yang seperti itu dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan akan ada warga yang terpapar juga. “Saya melihat benih-benih itu sudah ada. Kami memang berusaha cegah dini yang kita lakukan, karena kita kan tidak sendirian”, ungkapnya.
Dengan bekal silaturahmi dan studi tiru ini, Insya Allah banyak hal yang sudah kami dapatkan. “Paling tidak kami termotivasi untuk lebih berinovasi lagi, dalam rangka meningkatkan kompetensi dan kontribusi penyuluh terhadap problematika dan juga program layanan (di KUA)”, katanya. Karena, dengan semakin dinamisnya problematika seiring dengan perkembangan teknologi tentu kita juga harus terus melakukan strategi teknik untuk kepenyuluhan termasuk bagaimana kita bisa mengkreasi materi dan yang tidak kalah penting adalah kita harus berjamaah dan bersinergi. “Selama ini kami optimis, karena kuncinya itu. Memang saat ini kita tidak bisa berdakwah dengan cara personal, individu. kita harus berjamaah dan bersinergi”, ungkap Khusnan yang mengatakan jumlah ormas di Madiun lebih sedikit jika di banding di Kota Solo.
Sementara itu, Joko Sarjono, Ketua Pokjaluh Kota Surakarta mengucapkan terimakasih atas kepercayaan kasi Bimas Kab. Madiun beserta rombongan yang telah melakukan studi tiru di Bimas Islam Kemenag Kota Surakarta. Menurut Joko, ternyata Kota Solo ini memiliki daya tarik tersendiri. Meskipun Kota Surakarta ini dijuluki sebagai kota bersumbu pendek, ditambah lagi dengan banyaknya ormas-ormas dengan berbagai karakter, namun kehidupan masyarakatnya tetap bisa tampak sejuk-sejuk saja. “Itu kan ditanya peran penyuluh itu apa. Sehingga Banyak laskar, ormas yang rentan konflik tapi bisa dikendalikan”, terangnya.
Joko juga menjelaskan terkait pendekatan kepada mereka dengan baik sehingga kehadiran kita bisa diterima dengan baik. Intinya, agar kelompok-kelompok garis keras itu supaya tidak sampai berulah. “Tapi ini kan bukan kerja penyuluh saja. Kerja bersama, kan ?”, paparnya.
Disamping itu, penyuluh juga memiliki pengalaman dengan pembekalan-pembekalan dari mitra kerjanya, diantaranya dari Densus 88, BNPT, Insef, SFCG, juga PPTI dsb. “Baznas (juga) yang memberikan support kepada penyuluh untuk memberi modal kepada mustahik, sehingga mustahik bisa dikembangkan usahanya, dibina kehidupan beragamanya”, ungkapnya. Karena di Solo isunya sangat mencuat dengan kelompok-kelompok itu, bahkan disebut juga mantan eks napiter yang berjumlah 47 orang. “Disitu jadi daya tarik untuk penyuluh itu berperan mengendalikan mereka (dan) mencegah berkembangnya paham-paham itu, dan juga bisa merubah bagi yang sudah memasuki dunia itu” imbuhnya. Apa yang disampaikan Pardi, Muftiadin dan Joko sendiri, ketika turut menyelesaikan beberapa konflik ormas yang pernah terjadi di Kota Solo, selama ini, Joko berharap bisa saling memberikan manfaat di Madiun dan Solo sendiri. (Sol/my)