Kota Surakarta (Humas) – Advokasi Kebijakan Ruang Publik Responsif Gender Kota Surakarta Tahun 2025 diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) pada Rabu (9/10/2025) di Aula Korwil Jebres Dinas Pendidikan Kota Surakarta. Kegiatan yang digelar di Aula Korwil Jebres Dinas Pendidikan ini dihadiri oleh perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), lembaga masyarakat, dan unsur Kelurahan se-Kota Surakarta
Dalam sambutannya, Kepala DP3AP2KB Christiana Hariyati, menekankan maksud dan tujuan dari kegiatan ini. “Laporan tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak masih banyak. Karena itu, hal-hal yang akan kita diskusikan hari ini adalah untuk menekan angka kekerasan di ruang publik atau di tempat-tempat pelayanan umum,” tegas Christiana Hariyati yang akrab disapa Ana.
Ia juga menambahkan bahwa ruang publik yang ideal harus memenuhi aspek aksesibilitas, desain yang baik, serta memperhatikan partisipasi dan hak tumbuh kembang anak.
Advokasi ini tidak hanya berhenti pada wacana. Pemkot Surakarta bertekad untuk menyusun panduan teknis penyediaan fasilitas umum (fasum) dengan mensinkronisasikan berbagai peraturan. Langkah strategis ini melibatkan berbagai instansi, termasuk dengan mengajak Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Surakarta beserta jajarannya di tingkat kecamatan (KUA) untuk memastikan setiap ruang publik yang dirancang memenuhi standar responsif gender.

Keikutsertaan Kankemenag Kota Surakarta dalam advokasi tersebut memiliki peran yang cukup penting, mengingat lembaga keagamaan memiliki jangkauan dan pengaruh yang luas hingga ke akar rumput. Keterlibatan mereka diharapkan dapat memperkuat sosialisasi nilai-nilai kesetaraan, keamanan, dan kenyamanan bagi semua gender di ruang publik, yang sejalan dengan pesan-pajaran universal agama tentang menjaga kemaslahatan umat.
Narasumber dari Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (LPPSP) Semarang Indra Kertati, memaparkan materi berjudul “Sinergi Pemerintah, Masyarakat, dan Stakeholder untuk Ruang Publik Inklusif dan Aman bagi Semua”. Indra Kertati menjelaskan, responsif gender berarti ruang publik dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan berbeda dari laki-laki, perempuan, anak, lansia, dan kelompok rentan. Prinsipnya meliputi akses setara, keamanan, kenyamanan, dan keadilan spasial.
Indra Kertati juga membeberkan kondisi aktual ruang publik di Indonesia yang masih dihadapkan pada masalah kuantitas yang terbatas, distribusi tidak merata, serta fasilitas yang seringkali tidak ramah gender. Ia menegaskan bahwa ruang publik inklusif adalah indikator utama kota yang adil dan berkelanjutan, karena dapat mendorong aktivitas ekonomi, menurunkan stres, dan menjadi ruang belajar yang aman bagi semua.

Pada sesi berikutnya, perwakilan dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Surakarta menyampaikan strategi kebijakan daerah untuk mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan. Salah satu fokusnya adalah penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk Taman Asuh Ramah Anak (TARA), yang mensyaratkan luas minimal 3 m² per anak, harus ada ruang tidur, ruang aktivitas edukatif, serta fasilitas pendukung seperti tempat cuci tangan dan ruang makan.
Gagasan humanis muncul dari sesi tanya jawab. Penyuluh Agama Islam Kecamatan Serengan Sulaiman Rahmadi, mengusulkan adanya himbauan tertulis di ruang publik untuk mengajak masyarakat berperilaku bijak dan santun. “Misalnya dimulai dengan cara berpakaian dan berperilaku sopan, serta menggunakan fasum sesuai petunjuk tidak merusak,” ujar Sulaiman Rahmadi. Usulan tersebut sejalan dengan peran Kankemenag Kota Surakarta dalam memberikan bimbingan mental dan spiritual kepada masyarakat.

Dengan terselenggaranya Advokasi Kebijakan Ruang Publik Responsif Gender Kota Surakarta Tahun 2025 ini diharapkan menjadi sebuah langkah awal menuju transformasi kota yang tidak hanya fokus pada pembangunan fisik, tetapi juga pada keberpihakan terhadap kemanusiaan dan keadilan bagi seluruh warganya. (rmd)


















