Keberadaan Kantor Kementerian Agama Kota Surakarta tidak lepas dari adanya pemerintahan serta berdirinya Kemenerian Agama Pusat. Demikian juga perubahan-perubahan dalam struktur organisasinya, karena Departemen Agama merupakan institusi yang bersifat vertikal, dari pusat di Jakarta hingga di Kecamatan, walaupun di era otonomi daerah saat ini.
Dalam struktur pemerintahan zaman raja-raja dan kesultanan di Indonesia, urusan agama menjadi bagian yang tak terpisahkan dari peran raja/sultan dan pejabat pemerintah lainnya. Sementara di tingkat kabupaten sampai tingkat desa terdapat jabatan mufti, qodhi, penghulu, modin (lebai,kayim) dan jabatan agama lainnya. Jelaslah bahwa instansi agama sejak pemerintahan para raja/sultan telah berakar dalam budaya bangsa kita.
Zaman Pemerintah Hindia Belanda secara normative bersifat netral menghadapi urusan keagamaan, yakni sebatas menyangkut kepentingan undang-undang dan ketertiban umum meski kenyataannya selalu berkaitan kepentingannya sebagai penjajah. Semua urusan dan kepentingan agama khususnya Islam menjadi wewenang berbagai instansi. Dengan kata lain dipisah-pisah dalam pelbagai instansi sesuai dengan kepentingan politik penjajahan. Urusan Haji, Perkawinan, Pengajaran Agama, Zakat Fitrah, urusan Masjid, Pengangkatan Penghulu, dan lain-lain, menjadi wewenang Departemen Van Binnenlandsche Zaken, Mahkamah Islam Tinggi, Raad Agama (Pengadilan Agama) serta penasehat-penasehat Pengadilan Negeri oleh Departemen Van Justitie. Pergerakan organisasi keagamaan oleh Kantoor Der Adviseur Voor Inlandsche En Mohhammedadnsche Zaken, dan urusan Peribadatan diurus oleh Departement Van Onderwijs En Eredienst, terutama untuk umat Nasrani. Khusus pengesahan suatu organisasi gereja (Kagernoot Schap) merupakan wewenang langsung Gubernur Jenderal.
Di zaman pendudukan Jepang, pada umumnya aturan-aturan yang berhubungan dengan urusan keagamaan tidak banyak mengalami perubahan, kecuali penghapusan Kantor Der Adviseur Voor Inlandsche En Mohammedadnsche Zaken. Sebagai gantinya didirikan Shumubu (Kantor Urusan Agama) yang menjadi bagian dari Gunseikanbu. Sedangkan di daerah-daerah diadakan Shumuka (Kantor Agama Daerah) sebagai bagian dari Pemerintah Karesidenan (Shu). Shumubu memiliki fungsi sama seperti sebelumnya, yaitu :
- Memberikan advis-advis (nasehat atau pertimbangan) dalam soal ke-islaman.
- Menjalankan penyelidikan dan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan politik pergerakan Islam.
Dalam prakteknya fungsi tersebut tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya, karena suasana politik menjelang berakhirnya Perang Dunia Kedua, menyebabkan Jepang lebih berkonsentrasi menghadapi perang melawan Sekutu.
Zaman Indonesia Merdeka (Lahirnya Departemen Agama), UUD 1945 yang lahir sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 mengamanatkan dalam Bab XI tentang agama pada Pasal 29 ayat 1 dan 2 bahwa :
- Negara berdasarkan atas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
- Negara Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dua hal pokok pikiran di atas, mengindikasikan Negara Indonesia bukanlah Negara berdasarkan satu agama, juga bukan Negara sekuler. Dalam suatu Negara agama, sumber hukum adalah kitab suci. Sedangkan dalam Negara sekuler, agama dipisahkan sama sekali dengan urusan Negara. Pemerintah memberikan pelayanan dan bimbingan kepada semua masyarakat beragama dalam rangka membina keutuhan dan persatuan bangsa.
Pada tanggal 03 Januari 1946 lahirlah Departemen Agama yang awalnya bernama Kementerian Agama, sebagai salah satu bagian dari aparatur pemerintah Republik Idonesia. Dalam Kementerian Agama kewenangan yang menyangkut bidang kehidupan beragama, yang semula tepencar-pencar, ditempatkan dalam satu wadah. Lahirnya Departemen Agama tersebut adalah hasil keputusan aklamasi anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) berdasarkan usul dalam sidang Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) tanggal 11 Nopember 1945 yang bunyinya sebagai berikut :
“Mengusulkan supaya dalam Negara Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambilkan kepada Kementrian Agama yang khusus dan tersendiri”.
Tokoh-tokoh yang menyampaikan usul tersebut adalah KH. Abu Dardiri (Banyumas, Jawa Tengah), M. Saleh Suaidi dan M. Sukoso Wirjosaputro yang kemudian didukung oleh Moh. Natsir, Dr. Mawardi, Dr. Marzuki Mahdi dan N. Kartosudarmo, dan lain-lain. Presiden Soekarno waktu itu memberi isyarat kepada Wakil Presiden Moh. Hatta, yang kemudian berdiri dan menyatakan secara spontan bahwa : adanya Kementerian Agama tersendiri mendapatkan perhatian pemerintah. Sebagai realisasi dari perhatian pemerintah itu, dikeluarkan Penetapan Pemerintah Nomor1/SD tanggal 03 Januari 1946, yang diantaranya berbunyi : Presiden Republik Indonesia mengingat usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja komite Nasional Indonesia Pusat, memutuskan : “Mengadakan Kementrian Agama”. Keputusan dan penetapan pemerintah ini dikumandangkan di udara oleh RRI ke seluruh dunia, dan disiarkan oleh pers dalam, dan luar negeri, dengan H. Rasjidi BA sebagai Menteri Agama yang pertama.
Sebagai tindak lanjut terbentuknya Kementrian Agama dikeluarkan Maklumat Kementerian Agama nomor 2 tanggal 23 April 1946 yang menetapkan bahwa :
- Shumuka yang dalam zaman Jepang termasuk kekuasaan Presiden berubah nama menjadi Jawatan Agama Daerah di bawah Kementerian Agama.
- Hak Mengangkat Penghulu Landraat (sekarang bernama Pengadilan Negeri). Ketua dan Anggota Landraat Agama diserahkan kepada Kementerian Agama
- Hak untuk mengangkat Penghulu Masjid yang dahulu ada dalam tangan bupati, diserahkan kepada Kementerian Agama.
Pada tahun 1960 melalui Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1960 dan Peraturan Menteri Agama No. 14 Tahun 1960, istilah Kementerian berubah menjadi Departemen.
Sebagaimana PP Nomor 33/1948 jo Nomor 8/1950 dipertegas lagi berdasarkan Keppres Nomor 45 Tahun 1974, lampiran 14, Bab 1 Pasal 2 yang berbunyi :
“Tugas pokok Departemen Agama adalah menyelenggarakan sebagian dari tugas umum pemerintah dan pembangunan di bidang agama”.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan lahirnya Departemen Agama merupakan produk dari struktur sosio cultural yang telah berakar dalam system pemerintahan sejak zaman kerajaan-kerajaan/kesultanan-kesultanan. Dimana pada awal berdirinya sususan organisasi Departemen Agama masih sangat sederhana terdiri dari Menteri Agama dan Kepala Bagian. Dengan dukungan penuh dan sambutan positif dari segenap umat beragama maka kiprah Departemen Agama dapat berjalan dengan lancar, hingga akhirnya dapat membentuk instansi Departemen Agama di daerah-daerah tingkat I (Provinsi) di seluruh wilayah Indonesia termasuk Provinsi Jawa Tengah hingga tingkat Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 2 Tahun 1951 ada tiga Jawatan, yaitu :
- Jawatan Penerangan Agama.
- Jawatan Urusan Agama.
- Jawatan Pendidikan Agama.
Karena Kementerian Agama pusat sudah ada 3 Jawatan, maka di Propinsi Jawa Tengah terdapat 3 instansi dari Kementerian Agama, yaitu :
- Kantor Urusan Agama Propinsi.
- Kantor Penerangan Agama Propinsi.
- Kantor Pendidikan Agama Propinsi
Karena hanya Jawatan Urusan Agama yang mempunyai susunan lengkap sampai kecamatan, maka status Kantor Urusan Agama menjadi Koordinator.
Berdasarkan PMA Nomor 10 Tahun 1952 organisasi Kementerian Agama(untuk daerah) terdiri dari :
- Kantor Urusan Agama.
- Kantor Pendidikan Agama.
- Kantor Penerangan Agama.
- Mahkamah Islam Tinggi.
Menurut keterangan Bp. Parman, Bc.Hk (pensiunan PNS Kandepag Surakarta), pada masa tersebut di Kota Surakarta yang dulu bernama Kotapraja, keberadaan Kantor Urusan Agama Kotapraja Surakarta, Kantor Pendidikan Agama Kotapraja Surakarta, Kantor Penerangan Agama Kotapraja Surakarta, Kantor Pengadilan Agama Kotapraja Surakarta kondisi semuanya masih menyewa.
Pada akhir 1963 nama Kantor berganti nama Inspeksi yaitu Inspeksi Urusan Agama yang berlokasi di Kampung Baru, Inspeksi Pendidikan Agama berlokasi di Jl. Ahmad Dahlan Keprabon, Inspeksi Penerangan Agama berlokasi di Kampung Baru, sedankan Inspeksi Pengadilan Agamai berlokasi di depan Masjid Agung.
Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 14 tahun 1960 nomenklatur Kementerian Agama berubah lagi menjadi Departemen Agama. Pada tanggal 13 September 1967 dikeluarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 91 Tahun 1967 tentang Struktur Organisasi, Tugas dan Wewenang Instansi Departemen Agama di daerah. Pada tahun 1965 ( setelah G30S PKI) ke empat Kantor Inspeksi menjadi satu atap dengan nama “Perwakilan Departemen Agama” ( Perdepag) Kodya Surakarta dan Hj. Mansyur Suhardi menjadi Kepala Perdepag yang pertama. Pada tahun 1966 berdasarkan musyawarah Walikota Surakarta saat itu dengan Kraton Surakarta serta pihak Depag, Kantor KUA dan Penerangan Agama diijinkan untuk berlokasi di Balai Agung Kodya Surakarta sedangkan untuk Pendidikan Agama dan Pengadilan Agama tetap ditempatnya masing-masing (Pendidikan Agama di Keprabon dan Pengadilan Agama di depan Masjid Agung).
Pada tahun 1980-an ( masa kepemimpinan Drs. H. Moch Ali) mendapatkan proyek I pembangunan gedung Kantor Bawean dan sekaligus pembangunan 5 KUA Kecamatan yang sebelumnya juga menyewa rumah-rumah perorangan. Pembangunan gedung tersebut di atas tanah pemerintah bekas kuburan. Pada tahun yang sama Perdepag berganti nama dengan Kandepag dan nama Inspeksi menjadi Seksi (Seksi Urusan Agama, Seksi Pendidikan Agama dan Seksi Penerangan Agama Islam). Sedangkan untuk mengurusi urusan Agama Kristen dan Katolik yang semula masuk dalam Urusan Agama sudah ada Gara Bimas Katolik dengan Ibu Sri Sapartini sebagai Penyelenggara dan Gara Bimas Kristen dengan Bp. Setiatmo sebagai Penyelenggara. Untuk perwakilan Hindu dan Budha diampu oleh Bp. Narto.
Tahun 1985 mendapatkan proyek ke-2 pembangunan gedung kantor di kalurahan Sumber, Kecamatan Banjarsari pada masa Bp. H Munawir Sjadzali MA. menjadi Menteri Agama. Mulai tahun 1986 Kandepag Kota Surakarta pindah ke kalurahan Sumber sampai sekarang dan sejak saat itu Seksi yang semula 3 bertambah menjadi 4 yaitu Seksi Perguruan Agama Islam. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, Peraturan Menteri Agama RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang PERUBAHAN PENYEBUTAN DEPARTEMEN AGAMA MENJADI KEMENTERIAN AGAMA maka sejak 1 Maret 2010 nama Departemen Agama berganti nama menjadi Kementerian Agama.