Kota Surakarta (Humas) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meluncurkan Indeks Integritas Pendidikan 2024 dan menandatangani Komitmen Bersama Implementasi Pendidikan Antikorupsi pada hari Kamis (24/04/2025) di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK. Kegiatan ini dihadiri oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Menteri PPN/ Bappenas, serta Ketua Komisi X DPR. Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024 merupakan program KPK untuk mengukur efektivitas pendidikan antikorupsi melalui tiga dimensi: karakter peserta didik, ekosistem pendidikan, dan tata kelola.
Bertempat di Aula Pusat Layanan Haji dan Umtorh Terpadu (PLHUT), jajaran Kantor Kementerian Agama Kota Surakarta meliputi Kepala Kantor Ahmad Ulin Nur Hafsun, Seksi Pendidikan Madrasah (Pend. Mad) dan Seksi Pendidikan dan Keagamaan Islam (PAKIS) menyaksikan peluncuran tersebut yang disiarkan secara langsung melalui kanal Youtube. Dan berdasarkan Data Indeks Integritas Pendidikan 2024 Per Wilayah, Kota Surakarta memperoleh nilai 71,81.
Menanggapi hal tersebut, Ahmad Ulin Nur Hafsun menyatakan, “Nilai untuk kota Surakarta, jika dibandingkan dengan Indeks Integritas Pendidikan Nasional yang berada pada angka 69,50, masih lebih tinggi. Tetapi, tentu ini menunjukkan masih perlu untuk ditingkatkan upaya-upaya penguatan nilai-nilai integritas,” ungkap Ahmad Ulin Nur Hafsun.
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar dalam acara tersebut menyampaikan beberapa pesan. Pertama, Menag menegaskan pentingnya peninjauan ulang pendidikan agama, khususnya dalam membentuk karakter antikorupsi sejak dini. Menag prihatin terhadap fakta tindakan koruptif di lembaga pendidikan, mulai dari perilaku menyontek hingga penyalahgunaan keuangan. Hal ini didasarkan pada hasil survei yang dilakukan KPK pada 2024.
“Ini mencerminkan bahwa ada yang salah dalam sistem pendidikan kita,” ujar Nasaruddin Umar.

Kedua, Menag menilai sistem pengajaran agama baiknya tidak hanya menitikberatkan pada aspek fikih dan sanksi hukum positif, tetapi juga menyentuh ranah pensucian moral dan spiritual. Menag juga menyoroti pentingnya membangun sistem pendidikan yang berlapis, dimulai dari mitos (iman/ keyakinan), lalu logos (logika /ilmu), dan akhirnya etos (perilaku/ kebiasaan). Menurutnya, kesalahan dunia pendidikan hari ini adalah melompati lapisan awal dan langsung menuntut hasil perilaku baik, tanpa dasar iman dan ilmu yang kokoh.
Ketiga, pendekatan pendidikan moral yang berbasis pengalaman langsung juga dinilainya lebih efektif dalam menanamkan nilai. Menag juga menghimbau para Guru untuk membaca doa bersama para murid sebelum memulai pelajaran yang bermanfaat dalam melakukan pensucian jiwa. “Seperti kita membaca doa sebelum makan, kita juga harus membaca doa sebelum belaja. Karena ilmu adalah makanan rohani. Tanpa ini, kita hanya menyentuh akal, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Anak-anak bisa cumlaude, tapi tetap jadi koruptor,” pungkas Nasaruddin Umar. (rmd)