Surakarta (Humas) – Dalam rangka memberikan edukasi dan perlindungan terhadap hak perempuan, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk serta Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Surakarta menggelar kegiatan Sosialisasi Pencegahan Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) pada Selasa,(15/7/2025) bertempat di Ruang Rapat DKK Lantai 3 Kompleks Balai Kota Surakarta.
Acara dibuka secara resmi oleh Kepala Bidang Kesehatan dan Hak Perempuan dan Perlindungan Anak (KHPP) Selfi Rawung. Dalam sambutannya, beliau menegaskan pentingnya pendekatan lintas sektor, termasuk perspektif keagamaan dan medis, dalam upaya pencegahan praktik P2GP.

Penyuluh Agama, Moh. Zainal Abidin hadir sebagai narasumber mewakili Kepala Kankemenag Kota , menyampaikan materi bertajuk “Praktik Pemotongan dan Pelukaan Genitalia Perempuan (P2GP) dalam Tinjauan Islam: Kajian Al-Qur’an, Hadis, Pendapat Ulama, dan Solusi Perlindungan Perempuan”. Dalam paparannya, ia menjelaskan bahwa Islam sangat menjunjung tinggi martabat dan keselamatan perempuan. Tidak ada satu pun dalil dalam Al-Qur’an dan hadis yang secara eksplisit mewajibkan praktik pemotongan genital perempuan. Bahkan, mayoritas ulama kontemporer dan lembaga fatwa telah menolak praktik tersebut karena lebih banyak membawa mudarat daripada maslahat.
“Jika dilihat dari perspektif maqashid syariah, keselamatan jiwa dan kehormatan lebih diutamakan. Praktik semacam ini tidak sejalan dengan prinsip dasar syariat,” tegasnya.
Sementara itu, dari sisi medis, hadir pula narasumber Dr. Prasetyadi, SpDV-E, Subspesialis Venerologi dari RS Dr. Moewardi Surakarta. Ia menjelaskan secara detail dampak jangka panjang dari P2GP, baik dari sisi kesehatan fisik maupun psikologis perempuan.
Turut memberikan pengantar sesi diskusi,Tri Setyowati selaku Analis Kebijakan Muda Bidang Perlindungan Perempuan DP3AP2KB Surakarta. Ia menyampaikan pentingnya kolaborasi antar instansi pemerintah, lembaga agama, dan masyarakat sipil untuk memberikan edukasi yang tepat.
Kegiatan ini diikuti oleh 100 peserta yang terdiri dari Ketua TP PKK, Ketua Dharma Wanita, PPK Kelurahan, perwakilan LPMK, tokoh agama dan masyarakat, serta sejumlah LSM. Antusiasme peserta tampak dalam sesi tanya jawab.
Dalam sesi tanya jawab, dari Muslimat NU Surakarta, Khurin menanyakan bagaimana jika praktik tersebut dilakukan atas dasar pemahaman salah satu mazhab seperti Syafi’iyah. Menanggapi hal ini, Zainal menjelaskan bahwa meskipun mazhab Syafi’i pernah menyebut istilah “khitan” bagi perempuan, namun dalam konteks hari ini perlu ditinjau ulang dengan pendekatan maqashid syariah dan pertimbangan medis.
Menutup sesi diskusi, para narasumber dan peserta melakukan sesi foto bersama dengan latar peserta, menandai komitmen bersama untuk terus mengedukasi masyarakat demi perlindungan perempuan dari praktik yang membahayakan.
Kegiatan ini menjadi momentum penting untuk menyelaraskan pemahaman keagamaan, kesehatan, dan perlindungan hak asasi perempuan dalam bingkai kolaborasi lintas sektor. (mza/my)