Surakarta (Humas) – Untuk menopang agar program-program DMI Kota Surakarta berjalan dengan baik, pengurus diminta untuk mengelola masjid-masjid tersebut agar bisa meningkatkan potensi secara ekonomi. Misalnya, banyaknya sarjana Pendidikan yang belum mendapatkan kesempatan bekerja, bisa dikumpulkan untuk membentuk bimbingan tes, les privat dan sebagainya.
Demikian disampaikan Achmad Arifin,Kasi Bimas Islam Kemenag Kota Surakarta, mewakili Kepala Kemenag, menjawab usulan dari pengurus DMI yang minta bantuan pendanaan dan kerjasama, dalam Rapat Kerja pengurus daerah DMI Kota Surakarta Ke-2 dengan tema “Penguatan Sinergi Para Pemangku Pimpinan Dalam Membina Masjid Yang Berdaya Menuju Umat Yang Sejahtera di Kota Surakarta”, di Grand City Hotel pada Sabtu (14/12/24) kemarin. Selain pengurus, rapat dihadiri Kabag Kesra Kota Surakarta, Ketua Baznas, dan Pengurus DMI Kecamatan se -Surakarta.
Agar bisa terwujud, lanjutnya, pengurus DMI diminta untuk segera melakukan pemetaan kebutuhan ekonomi jamaah. “Ini juga kadang kurang kita perhatikan. Sama-sama memiliki jamaah yang jual sembako, mengapa tidak diarahkan dan dikelola agar jamaah membeli di jamaahnya sendiri ?”, imbuhnya.
Ia mencontohkan pengurus masjid Jogokaryan,Yogyakarta, yang selalu melibatkan semua UMKM-nya untuk mengikuti bazar, sebagaimana dimanfaatkan oleh dinas perdagangan atau yang lainnya. “Begitu ada momen, pasti diadakan Bazar. Kenapa masjid tidak melakukan seperti itu, untuk memberikan kesempatan dan memberi keuntungan jamaah, takmir maupun pengurus DMI ?”, bebernya. Cara ini, menurutnya, lebih mudah dan resikonya minim dibandingkan dengan membuat kopersai, usaha bersama, simpan pinjam dan sebagainya.
Dalam kesempatan itu, Arifin juga menyampaikan data masjid yang dikutip dari data Simas per Desember 2024, di Kota Surakarta ada 702 masjid. Terdiri dari ; Kecamatan Banjarsari 260, Kecamatan Jebres 172, Kecamatan Laweyan 130, Kecamatan Pasar Kliwon 83, dan Kecamatan Serengan 57.
Meskipun terdapat perbedaan data dengan DMI dan Pemerintah Kota Surakarta, Arifin minta agar permasalahan ini tidak usah dipertentangkan. Tapi, diharapkan kerjasamanya karena keperluannya juga berbeda. “Yang jelas kami menyampaikan bahwa memang menjadi tanggungjawab kita semuanya, dan kami minta bantuannya untuk menyempurnakan data tersebut, karena Saya yakin data ini akan dilihat secara nasional”. imbuhnya.
Saat berbicara tentang tipologi masjid, Arifin menerangkan lima masjid yang bersejarah di Kota Surakarta; Masjid Agung, Masjid Mangkunegaran, Masjid Kepatihan, masjid Tegalsari, dan masjid Laweyan, masjid tertua di Kota Surakarta. Begitu juga perkembangan Masjid Syeikh Zayed, yang statusnya sebagai masjid Nasional, kini menjadi tempat untuk studi banding masjid-masjid besar lainnya, termasuk oleh negara-negara lain. “Untuk belajar manajemennya, takmir masjid yang ada di Solo harus ke ASEAN, untuk menyampaikan manajemen pengelolaannya”, ungkapnya.
Ia menjelaskan, Masjid tersebut memperoleh perhatian dari penyandang dananya di Uni Emirat Arab karena bisa berjalan dengan baik, meskipun biaya operasionalnya dilakukan oleh takmir masjid itu sendiri.
Sebagai penutup, dengan masih banyaknya masjid yang belum memiliki sertifikat tanah wakaf, Ia berharap ini menjadi program unggulan DMI untuk bisa menyelesaikan permasalahan tersebut, dengan menggandeng penyelenggara Zakat dan Wakaf Kemenag Kota Surakarta. (Sol)