Surakarta (Humas) – Kementerian Agama Kota Surakarta melalui Seksi Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam (PAKIS) menggelar kegiatan Pembinaan Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) ASN Penerima Tunjangan Profesi Guru (TPG) Tahun 2025 di Aula R. Oesman Pudjotomo (21/04).
Kegiatan dibuka secara resmi oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Surakarta, Ahmad Ulin Nur Hafsun. Dalam sambutannya, Ulin menyampaikan sejumlah informasi penting, salah satunya mengenai proses penganggaran tunjangan seperti THR, dan gaji ke-13. Ia menegaskan bahwa Kemenag telah bersurat kepada Pemkot Surakarta terkait pembayaran tersebut, termasuk mengirimkan data yang diminta oleh Dinas Pendidikan.

“Secara birokrasi, kita sudah menyampaikan surat resmi ke Pemkot. Besaran THR dan gaji ke-13 nantinya disesuaikan dengan TPG. Jadi kita perlu memahami prosedur lintas instansi agar tidak ada miskomunikasi,” ujar Ulin.
Ia juga menekankan bahwa pembinaan guru PAI adalah bagian dari peran strategis Kementerian Agama dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan. “Internalisasi nilai-nilai agama harus dimulai dari guru. Guru PAI memiliki peran penting dalam membentuk karakter siswa melalui pendidikan agama yang menyeluruh,” tambahnya.
Salah satu fokus utama dalam pembinaan kali ini adalah sosialisasi zakat profesi, khususnya dari tunjangan profesi guru (TPG). Kepala Seksi PAKIS, Encep Moh Ilham, menyampaikan pentingnya pemahaman regulasi zakat profesi di kalangan ASN. “Optimalisasi zakat profesi bagi ASN sudah diatur dalam regulasi, dan pelaksanaannya di Kemenag melalui Unit Pengumpul Zakat (UPZ). Harapannya, tidak ada lagi kesalahpahaman dalam pelaksanaannya,” jelas Encep.
Sesi sosialisasi secara khusus disampaikan oleh Penyelenggara Zakat dan Wakaf Kemenag Surakarta, Arif Ansori. Ia menjelaskan bahwa dasar hukum pemotongan zakat profesi merujuk pada SK BAZNAS No. 13 Tahun 2025 tentang nishab zakat profesi.
“Atas dasar regulasi tersebut, UPZ Kemenag Surakarta melakukan pemotongan zakat dari TPG Bapak/Ibu guru untuk mempermudah proses pembayaran,” ujar Arif.

Ia juga menambahkan bahwa zakat profesi bukan sekadar kewajiban, namun juga bentuk perlindungan spiritual. “Bisa jadi ada bahaya dalam hidup kita yang terhindarkan karena amal zakat atau sedekah yang kita tunaikan. Maka, jangan anggap remeh nilai spiritual dari zakat,” tuturnya.
Menanggapi hal tersebut, salah satu peserta menyampaikan usulan agar ada Memorandum of Understanding (MoU) atau bentuk persetujuan bersama antara guru PAI dan pihak Kemenag sebagai dasar penerapan kebijakan pemotongan zakat profesi. Tujuannya agar guru memiliki kesadaran dan tanggung jawab moral dalam melaksanakan kewajiban zakatnya.
Kegiatan ini menjadi langkah konkret dalam meningkatkan literasi zakat di kalangan guru PAI, sekaligus memperkuat peran mereka sebagai agen internalisasi nilai-nilai agama di lingkungan pendidikan. (may)