Kota Surakarta (Humas) – Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-P2KB) bekerjasama dengan Kantor Kementerian Agama Kota Surakarta menyelenggarakan Sosialisasi Pesantren Ramah Anak Kota Surakarta pada Selasa (22/7/2025) di Aula Lantai 4 Gedung Sekretariat Bersama. Kegiatan tersebut merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak, yang ditetapkan pada tanggal 30 Januari 2025.
Dihadiri lebih dari 90 orang perwakilan Pengasuh atau Pengurus dari 33 Pondok Pesantren se-Kota Surakarta, sosialisasi tersebut menghadirkan dua narasumber yaitu, Kepala Kankemenag Kota Surakarta Ahmad Uin Nur Hafsun dan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Klaten Ahmad Syakur.
Sebagai pemateri pertama, Ahmad Syakur memaparkan Halaqoh Pesantren Aman dan Sehat, “Pendekatan Disiplin Positif di Pondok Pesantren”. Ia menekankan pentingnya memahami bahwa setiap anak memiliki ketahanan yang berbeda. “Kita harus hati-hati karena daya tahan anak berbeda-beda. Pendekatan kita baik, Insya Allah kita bisa memperbaiki keadaan,” tuturnya.

Ahmad Syakur menjelaskan pendekatan disiplin positif berbeda dengan pendekatan reward and punishment. Pendekatan disiplin positif mengajak anak untuk berperilaku baik karena adanya kesadaran akan dampak perbuatannya, bukan karena takut dihukum. Selain itu, respon lainnya yang dihasilkan dari pendekatan disiplin positif yaitu motivasi datang dari diri anak sendiri, membangun logika, melihat kesalahan sebagai peluang untuk pembelajaran dan bersifat jangka Panjang. Ia juga menyebut empat komponen penting trust and care dalam pendekatan ini yakni related, respectful, reasonable, dan dialogis.
Ahmad Ulin Nur Hafsun sebagai pemateri kedua menyampaikan “Sosialisasi Pesantren Ramah Anak”, yang memaparkan sejumlah poin penting mulai dari urgensi isu perlindungan anak, definisi pesantren ramah anak, hingga hak-hak anak berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) nomor 36 tahun 1990. Ia juga menjelaskan prinsip-prinsip pesantren ramah anak, manfaatnya bagi santri, serta komponen implementasinya. “Kedepan, forum santri sangat penting untuk diselenggarakan. Tujuannya bukan untuk mengkritik, tetapi sebagai wadah aspirasi bagi para pengurus pesantren untuk meningkatkan kapasitas santri-santrinya sebagai anak,” ujarnya.
Melengkapi paparannya, Ahmad Ulin Nur Hafsun juga menjelaskan prinsip-prinsip pesantren ramah anak, manfaat pesantren ramah anak bagi santri, strategi mewujudkan pesantren ramah anak, komponen implementasi pesantren ramah anak, serta tantangan di pesantren.
“Ke depan perlu digagas forum santri yang berisi para pengurus pondok. Forum tersebut bukan untuk mengkritik tetapi memberikan ruang aspirasi untuk mereka menemukan cara membimbing santri agar dapat meningkatkan kapasitasnya sebagai anak,” imbuhnya.

Diskusi Interaktif: Tantangan dan Solusi Konkret
Sesi interaksi berlangsung dinamis dengan pertanyaan-pertanyaan kritis dari peserta. Faisal, perwakilan dari Ponpes MTA, mengajukan pertanyaan tentang bagaimana cara menyikapi santri yang memiliki berbagai keragaman budaya yang tidak jarang bertolak belakang antara satu daerah dengan daerah lainnya. Ahmad Syakur dengan tegas menyatakan bahwa pendekaan disiplin positif merupakan hal yang tepat untuk diterapkan. Dan ia berpesan bahwa pesantren tidak boleh begitu saja mengembalikan siswa kepada orang tuanya. “Pesantren tidak boleh serta merta mengembalikan santri kepada orang tuanya. Sebuah pesantren harus mencari solusi alternatif. Pesantren yang mencarikan sekolah pengganti bagi anak tersebut,” jawabnya.
Pertanyaan lain diajukan oleh Ahmad Aziz Fatoni dari Ponpes Jamsaren yang bertanya sejauh mana pesantren harus mengambil inisiatif untuk merehabilitasi siswa bermasalah karena berasal dari lingkungan keluarga yang tidak harmonis. Ahmad Syakur menjelaskan bahwa identifikasi masalah yang dilakukan pesantren harus akurat dan pesantren harus menjalin kemitraan dengan instansi lain. “Pesantren harus menjalin kemitraan dengan instansi, lembaga atau sektor lain. Contohnya seperti kerja sama dengan DP3AP2KB ini, bisa menggunakan layanan dari PUSPAGA atau UPTD PPA tanpa biaya,” sarannya.
Ahmad Ulin Nur Hafsun melengkapi jawaban dengan mengilustrasikan pendekatan spiritual pesantren yang diterapkan beberapa pesantren di Jawa Tengah. Ia menceritakan bahwa KH. Ahmad Umar (putra KH. Abdul Manan pendiri Ponpes Al-Muayyad Mangkuyudan) pernah meminta daftar santri nakal kepada lurah ponpes. Alih-alih menghukum para santri dalam daftar tersebut, KH. Ahmad Umar justru mendoakan mereka agar diberikan jalan untuk perbaikan perilakunya.
Lain halnya dengan KH. Dian Nafi (Ponpes Al Muayyad Windan), mengumpulkan para santri nakal dalam suatu kegiatan muhasabah, kemudian para santri diminta untuk menulis pengakuan dosa terbesar yang pernah dilakukan kepada orang tua. Selain itu, ada juga Kyai yang meminta santri untuk menulis pengakuan dosa terbesar yang pernah dilakukan.
“Para santri yang didoakan, yang diajak muhasabah mengakui dosa terbesarnya tadi alhmadulilah setelahnya menjadi sangat baik. Bahkan mereka saat ini, yang ada di daftar santri nakal tadi, sekarang jadi orang-orang sukses. Ada yang jadi pimpinan ponpes dan ada juga yang menjadi dosen di universitas ternama. Inilah beberapa contoh pendekatan yang bisa dilakukan tanpa adanya melalui hukuman,” pungkasnya.
Pelaksanaan sosialisasi tersebut kembali menekankan peran Kankemenag Kota Surakarta sebagai fasilitator untuk pelaksanaan kebijakan nasional dalam skala regional. Selain memastikan bahwa pesantren mengikuti regulasi terbaru, Kankemenag juga bekerja untuk mendorong kolaborasi antara pesantren, pemerintah daerah, dan lembaga perlindungan anak.
Deklarasi Pesantren Ramah Anak Kota Surakarta rencana akan dilaksanakan bertepatan dengan momentum peringatan Hari Santri Nasional yang biasanya jatuh setiap tanggal 22 Oktober. Namun, sebelum resmi dideklarasikan, beberapa tahapan diantaranya untuk menentukan indikator pesantren ramah anak serta sistem pengawasan, masih menjadi agenda untuk selanjutnya diselenggarakan. (rmd)