Kota Surakarta (Humas) – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) selenggarakan Diseminasi Strategi Pengelolaan dan Pengawasan Keuangan Haji pada Minggu (15/12/2024), bertempat di Hotel Syariah Solo. Kegiatan ini mengundang tiga orang Narasumber yakni Singgih Januratmoko (Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI), Sri Wiyana (Dewan Pengawas BPKH), Ahmad Ulin Nur Hafsun (Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Surakarta) dan mengundang sejumlah 100 peserta yang terdiri dari kalangan masyarakat umum sekitar Kota Surakarta, Kabupaten Klaten dan Kabupaten Boyolali.
Acara ini diawali secara resmi oleh Singgih Januratmoko dengan paparan pentingnya pengelolaan keuangan haji yang transparan dan akuntabel sebagai langkah guna menjaga kepercayaan umat.
“BPKH memiliki tanggung jawab besar dalam memastikan dana haji dikelola dengan baik, menghasilkan manfaat maksimal bagi jamaah,” ujar Singgih dalam sambutannya.
Setelah pembukaan, Sri Wiyana memaparkan materinya mengenai outline pengelolaan keuangan haji oleh BPKH. Dalam paparannya, ia menegaskan bahwa BPKH didirikan pada tahun 2017 berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Hingga tahun 2024, BPKH berhasil mempertahankan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Total dana yang dikelola BPKH hingga November 2024 mencapai Rp. 170.226 triliun. “Angka ini meningkat sekitar Rp. 5 triliun dibandingkan tahun sebelumnya,” jelas Sri Wiyana. Ia juga menambahkan bahwa sekitar 76% dari dana tersebut diinvestasikan dalam surat berharga, emas, dan instrumen investasi lainnya yang bertujuan meningkatkan nilai manfaat.
Sri Wiyana menjelaskan, diversifikasi investasi yang dilakukan BPKH memiliki tujuan utama untuk menghasilkan nilai manfaat atau yield yang optimal. “Selain untuk membiayai subsidi penyelenggaraan ibadah haji, nilai manfaat ini juga dikembalikan kepada jamaah dalam bentuk virtual account,” ungkapnya. Sebanyak Rp2,4 triliun telah didistribusikan kepada jamaah haji tunggu sebagai bentuk manfaat dari pengelolaan dana haji.
Dalam sesi tersebut, Sri Wiyana turut memaparkan kondisi keuangan BPKH yang dinilai solid. Rasio likuiditas, solvabilitas, dan yield yang dihasilkan menunjukkan BPKH mampu membiayai penyelenggaraan ibadah haji hingga dua musim mendatang. “Namun, tantangan ke depan adalah bagaimana BPKH dapat bekerja lebih efisien dalam pengelolaan dana haji ini,” pungkas Sri Wiyana.
Menanggapi tantangan tersebut, Ahmad Ulin Nur Hafsun sebagai narasumber ketiga memaparkan materi Kebijakan Persiapan Operasional Haji Tahun 1446 H/ 2025 M. Salah satu inovasi penyelenggaraan haji yang diterapkan pada tahun 2024 adalah layanan fast track. Layanan fast track, katering haji dan pengetatan istithaah digadang-gadang masih akan menjadi andalan untuk mewujudkan harapan kualitas layanan bagi jamaah yang meningkat lebih nyaman dan lebih mudah.
Perlu digarisbawahi, masih terdapat potensi dari pengembangan ekonomi haji yang dapat dioptimalkan, salah satunya yaitu ekspor bumbu nusantara yang memiliki potensi sebesar 300 ton. Kemudian diikuti dengan pengiriman daging DAM ke Indonesia dalam bentuk kemasan kaleng ½ kg, dan distribusi makanan siap saji di Mekkah dan kawasan Armuzna saat puncak haji.
Melalui desiminasi strategi pengelolaan dan pengawasan keuangan haji, diharapkan para peserta mendapatkan wawasan lebih jelas lagi tentang strategi pengelolaan dana haji yang berbasis prinsip syariah dan akuntabilitas. Ketiga narasumber telah menegaskan bahwa keberadaan BPKH sangat penting untuk mewujudkan pelayanan haji yang berkelanjutan dan memberi kemaslahatan bagi umat, bak untuk bidang kesehatan, Pendidikan maupun sosial. (rmd)