Kota Surakarta (Humas) – Sangha Theravada Indonesia sukses menggelar Indonesia Tipitaka Chanting (ITC) 2025 pada 4–6 Juli 2025 di Taman Lumbini, Pelataran Candi Borobudur, Magelang. Kegiatan yang digagas oleh Yang Mulia Bhikkhu Sri Pannavaro Mahathera ini diikuti lebih dari 2.000 umat Buddha dari seluruh Indonesia. Mereka melantunkan Kitab Suci Tipitaka dalam bahasa Pali sambil menjalankan Atthasila (8 peraturan hidup/sila) yang berisikan ajaran tidak membunuh atau menyakiti makhluk hidup, tidak mengambil barang yang tidak diberikan (mencuri), tidak melakukan perbuatan tidak suci (berasusila), tidak mengucapkan perkataan yang tidak benar (berbohong), tidak bermabuk-mabukan, hidup dalam kesederhanaan (tidak bermewah-mewahan), tidak menikmati hiburan-hiburan, tidak makan setelah tengah hari. Kegiatan ini bertujuan memperdalam pemahaman ajaran Buddha sekaligus merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI Supriyadi, menyatakan dukungan penuh terhadap ITC 2025 sebagai pondasi moral umat Buddha. “Kegiatan ini memperkuat keyakinan, Dharma, dan kebijaksanaan hidup yang harmonis,” ujarnya. Salah satu highlight acara adalah pradaksina (mengelilingi candi searah jarum jam) di pelataran atas Candi Borobudur pada 5 Juli 2025. Ritual ini menjadi momen perenungan spiritual dan penghormatan kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha.

Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kota Surakarta turut berpartisipasi aktif melalui Penyuluh Agama Buddha Subha Ariya Sena. Subha Ariya Sena membawa amisa puja (persembahan lilin, dupa, bunga, dan buah) dalam prosesi pradaksina. “Amisa puja bukan sekadar ritual, tapi sarana mengembangkan batin dan ikatan spiritual dengan Triratna,” jelas Subha. Peran Kankemenag Kota Surakarta ini menegaskan komitmen pemerintah dalam mendukung kegiatan keagamaan yang berlandaskan toleransi.
Puncak acara pada 6 Juli 2025, diwarnai Prosesi Perjalanan Puja Asalha Mahapuja dari Candi Mendut ke Borobudur, dengan 4 kereta kencana simbolis hasil rancangan YM Bhante Sri Pannyavaro Mahathera dan pengrajin lokal I Nyoman Alim Mustapha. Keempat kereta tersebut yaitu Mahadhatu (Buddha), Tipitaka (Dhamma), Dhammacakka (Sangha), dan Stambha Vijaya (Toleransi), menjadi pusat perhatian dengan desain megahnya. Kereta ini mencerminkan semangat ITC 2025 sekaligus apresiasi terhadap seni dan budaya Indonesia.

Dukungan Kankemenag Kota Surakarta tidak hanya terlihat dalam prosesi, tetapi juga dalam koordinasi logistik dan penyuluhan agama kepada peserta. “Kami ingin memastikan umat Buddha memahami makna spiritual di balik setiap ritual,” tambah Subha Ariya Sena.
Kolaborasi antara Sangha, Pemerintah, dan masyarakat ini sukses menciptakan atmosfer religius yang khidmat sekaligus meriah. ITC 2025 dan Asalha Mahapuja merupakan bukti nyata harmonisasi spiritualitas, budaya, dan peran institusi agama. Melalui kegiatan ini, umat Buddha Indonesia tidak hanya menguatkan iman, tetapi juga menebarkan pesan perdamaian dan toleransi, nilai-nilai yang selaras dengan visi Kementerian Agama RI. (ary/rmd)